Blog

Kisah Sedih Seorang Anak Manusia: Sophia Loretta Hutabarat


Oleh: Poltak Simanjuntak

Ada kalanya kenangan lama datang tanpa diundang. Selembar foto, secarik nama, atau sekilas bayangan masa lalu dapat menggugah relung hati yang dalam.

Begitulah yang kurasakan ketika menemukan foto lama bersama seorang sahabat masa SMA — Sophia Loretta Hutabarat.

Kami pernah sekelas di SMA Negeri Tarutung antara tahun 1981 hingga 1984. Selain teman sekelas, ada kedekatan tersendiri yang terjalin di antara kami.

Sophia adalah Boru Hutabarat, semarga dengan ibuku. Dari situlah benih keakraban itu tumbuh — sederhana, polos, khas anak remaja di masa itu.

Sophia lahir dalam keluarga pendeta HKBP. Ayahnya, Pdt. Hutabarat, dan ibunya, Br. Pakpahan, melayani di Kantor Pusat HKBP Pearaja kala itu.

Mereka tinggal hanya sepelemparan batu dari gereja besar itu — di puncak bukit Pearaja Tarutung yang sejuk dan religius.

Dari dulu Sophia sudah tampil berbeda. Penampilannya rapi, tutur katanya lembut, senyumnya manis dan sopan.

Ia membawa diri seperti anak pendeta sejati — penuh sopan santun dan teratur. Di mataku, dia seperti “gadis ideal” yang selalu dijaga oleh keluarganya. Kaku mungkin, tapi penuh kasih dan wibawa.

Sering kali sepulang sekolah aku menemaninya jalan kaki hingga ke rumah di Pearaja. Aku tinggal jauh, di Lapogambiri arah Sibolga — sekitar empat kilometer lagi.

Karena itu, mampir di rumahnya menjadi semacam “ritual kecil” sebelum aku melanjutkan perjalanan panjang pulang ke rumah.

Ibunya, yang kupanggil Nantulang, sering mempersilakanku singgah, minum teh, atau makan seadanya. Dari situ, aku semakin diterima, bahkan dipercaya menjadi kawan sekolah yang dekat Sophia.

Aku masih ingat, terkadang aku menemani Sophia keluar rumah ketika ia ingin bertemu kawan-kawan lain.

Ia tahu, dengan kehadiranku, orangtuanya merasa lebih tenang. Kami sering bertiga dengan Ricardo Simanjuntak — ibunya juga Boru Hutabarat — berjalan-jalan di sekitar kota kecil Tarutung. Masa-masa indah yang kini hanya tersisa dalam kenangan.

Tahun 1984 kami tamat. Aku ke Padang, Ricardo ke Medan, dan Sophia pun ke Medan melanjutkan pendidikan dan hidupnya ke kota yang sama. Setelah itu, komunikasi kami terputus.

Bertahun-tahun kemudian, aku mendengar kabar samar — Sophia tidak melanjutkan kuliah karena menikah dengan teman kami, Maringan Tampubolon. Aku hanya bisa berharap ia hidup bahagia.

Namun, kemarin, saat membuka album lama, aku menemukan foto itu — foto yang membuat waktu berhenti sejenak.

Dalam gambar, aku duduk di samping Sophia. Wajahnya ayu, matanya teduh. Sedangkan aku, tampak seperti remaja kampung yang belum cukup umur untuk menatap terlalu lama.

Tiba-tiba muncul keinginan untuk mencari tahu kabarnya. Aku mencoba menelusuri jejaknya di dunia maya — menulis namanya di kolom pencarian. Dan betapa terkejutnya aku ketika muncul berita: “DPO Sophia Loretta Hutabarat Diamankan Tim Tabur Kejagung.”

Tanganku gemetar. Aku membacanya berulang kali, berharap ada kesalahan nama. Tapi tidak. Itu memang dia — Sophia, sahabat SMA-ku, gadis cerdas yang dulu fasih berbahasa Inggris dan selalu masuk peringkat atas di sekolah.

Aku segera menghubungi Ricardo. Dengan nada berat ia berkata, “Bisnisnya katanya terkait Forex. Saya terakhir komunikasi dengannya tiga tahun lalu, waktu dia tinggal di BSD. Tapi kita coba konfirmasi ke Maringan, mantan suaminya.”

Beberapa jam kemudian, kabar duka datang. Dari Maringan, kami mendengar cerita yang menyesakkan: “Sophia meninggal dunia saat menjalani masa tahanan.”

Aku terdiam lama. Tak ada kata yang bisa menggambarkan rasa pilu yang menyeruak di dada. Perempuan baik, pintar, lembut, dan dulu dijaga segenap hati oleh keluarganya itu — kini berpulang dalam kesepian dan luka.

Hidup manusia sungguh misterius. Ada jalan yang tak kita pahami, ada nasib yang berbelok di tikungan waktu.

Sophia Loretta Hutabarat — sahabat SMA-ku, gadis yang dulu sering kutemani pulang, yang pernah membuat hari-hari remajaku penuh warna — kini hanya tinggal nama dan kenangan.

Selamat jalan, Sophia.
Tuhan lebih tahu perjalanan hidupmu.
Di mana pun engkau kini beristirahat, semoga damai dan kasih Allah menyertaimu.

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *